Pada bidang kesehatan, berbagai penemuan bahan dan jenis narkotika (Napza) merupakan bahan yang semakin penting dan dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi negara di dunia. Ditinjau dari perkembangan ilmu dan teknologi (farmakologi), telah banyak ditemukan berbagai tanaman dan bukan tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan narkotika, bentuk kemasan, dan pemanfaatannya.

            Sejak diberlakukannya Undang Undang No 35/2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Jenis psikotropika dan zat adiktif lainnya dijadikan sebagai bagian dari Narkotika.

            Penjelasan dalam Pasal 1 Bab 1 UU No. 35/2009 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tersebut.

            Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. (Permensos Nomor 16 Tahun 2019).

Secara umum Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) adalah sebagai upaya untuk memulihkan keberfungsian orang yang mengalami gangguan atau hambatan, baik secara fisik, mental, psikologis, maupun sosial, dengan bertumpu pada peran keluarga dan kelompok masyarakat, serta mendayagunakan berbagai prakarsa, potensi, dan sumber daya masyarakat, sedangkan menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Korban Penyalahguna Napza Kementerian Sosial RI, RBM merupakan kegiatan terpadu untuk menangani korban Napza dan HIV dan AIDS di masing-masing wilayah dengan mendayagunakan partisipasi masyarakat setempat.

            Tujuan RBM yaitu mengidentifikasi masalah, memberikan edukasi, melakukan penjangkauan untuk mempermudah akses layanan, memberikan dukungan kesehatan dan sosial serta spiritual, melakukan rujukan ke layanan, melibatkan keluarga agar turut serta menjamin bahwa layanan rehabilitasi bisa terus berjalan. Dalam hal tujuan tersebut menjadikan tugas kader RBM dalam melaksanakan perannya.

            Agen Pemulihan yang biasa disingkat dengan AP bertugas menerima laporan dari masyarakat. Klien-klien yang telah menyelesaikan terapi agar tetap dimonitor untuk menjaga pemulihan. Adanya program agen pemulihan mempunyai tugas yang terbagi dalam pemantauan, pendampingan serta bimbingan lanjut. Kegiatan tersebut akan dijalankan oleh masing-masing agen pemulihan yang dilatih dan diberi pelatihan. Diharapkan semua elemen masyarakat mampu menjadi agen pemulihan untuk menghindarkan diri, keluarga serta lingkungan sekitarnya agar tidak terpengaruh untuk menggunakan narkotika.

            Dalam teori sosial, pendekatan yang digunakan untuk menunjuk peran masyarakat adalah pendekatan partisipasi, sehingga peran serta masyarakat dimaknai sebagai bentuk lain dari partisipasi. Menurut Davis (1967:128): participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them. Dari pengertian ini terdapat tiga hal yang penting dalam partisipasi yakni:

  1. Keterlibatan mental dan emosi seseorang yang lebih dari pada sekedar keterlibatan fisik
  2. Partisipasi memotivasi orangorang untuk mendukung situasi kelompoknya, dalam arti mereka menyumbangkan inisiatifnya untuk mencapai sasaran kelompok
  3. Mendorong orang untuk ikut serta bertanggung jawab atas aktivitas kelompok.

            Kabupaten Kepahiang mendukung penuh kegiatan P4GN, melalui Dinas Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kepahiang terbentuk Kader Fasilitator RBM Kabupaten Kepahiang Tahun 2020 pada Surat Keputusan Bupati Kepahiang Nomor 397 Tahun 2020. Kamis 26 November 2020 di Aula Sekda Kepahiang, Plt. Bupati Kepahiang melakukan pelantikan kader RBM Kabupaten Kepahiang dan RBM Kelurahan Pensiunan seperti pada gambar dibawah ini:

Dengan terbentuknya kader fasilitator RBM yang diberikan buku saku Pemulihan Berbasis Masyarakat (PBM) dai BNN Provinsi Bengkulu diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan sebaik baiknya karena dalam hal ini partisipasi masyarakat sangat diperlukan terutama orang yang akan diberikan Rehabilitasi mampu untuk koorperatif dengan didukung penuh oleh Keluarga dan Lingkungan sekitar sehingga dapat mengatasi permasalahan penyalahgunaan Narkoba.

Daftar Rujukan:

  1. Davis, K. 1967. Human Relation at Work, The Dinamics of Organizational Behavior. Mc Grow Hill Book Company.
  2. Isfandari, S. Selma Siahaan,S. Rahadjeng, E. & Indrawati,L. (2011). Analisis Implikasi UU 35/2009 dan UU 36/2009 dalam Pengembangan Strategi Kebijakan Pencegahan dan Terapi Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 24 – 29.

Peraturan Perundangan:

  1. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
  3. Peraturan Presiden Nomor  23 Tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Nasional Narkotika (BNN).
  4. Instruksi Presiden Nomor 02 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) P4GN tahun 2020-2024.

 

Ditulis oleh :

Yosi Ermalena / NIP. 19880620 201505 2 001

Penyuluh Sosial Ahli Pertama Pada Dinas Sosial Kabupaten Kepahiang