Sastra Lisan Suku Rejang dalam Tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa”: Sebuah Warisan Budaya yang Mulai Terlupakan (Bagian 1)
Suku Rejang, salah satu suku asli Bengkulu, memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Salah satunya adalah tradisi lisan yang kaya akan nilai-nilai luhur. Salah satu contohnya adalah sastra lisan yang digunakan dalam tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa” yang berarti tradisi turunnya bayi pertama kali ke air. Tradisi ini merupakan momen sakral bagi masyarakat Rejang, di mana bayi dianggap telah siap untuk diperkenalkan kepada dunia luar.
Sastra Lisan sebagai Pengiring Upacara
Dalam tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa”, sastra lisan berperan sebagai pengiring utama. Syair-syair indah dan penuh makna dilantunkan oleh para orang tua atau tokoh adat. Syair-syair ini berisi doa, harapan, dan pesan moral untuk bayi yang baru lahir. Selain itu, sastra lisan juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat Suku Rejang kepada generasi muda.
Siak siu gen nu bioa
Cupik ku iso mendei nak bioa
Bahwa si mendei nak kulam muhammad
Inok nak kidea
Bapak nak kanen
Merengek jangan
Merengang jangan
Si mendei beserta Allah
Begitulah cuplikan sastra lisan syair dari Mbin Cupik Mai Bioa yang diucapkan dukun saat mengaduk air menggunakan keris jika bayi tersebut Sebong (Laki-laki), menggunakan pisau jika anak tersebut Bei (perempuan)
Makna dan Fungsi Sastra Lisan
Sastra lisan dalam tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa” ke air memiliki beberapa makna dan fungsi penting, antara lain:
- Doa dan harapan: Syair-syair yang dilantunkan mengandung doa dan harapan agar bayi tumbuh sehat, cerdas, dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.
- Pendidikan: Sastra lisan menjadi sarana pendidikan bagi anak untuk mengenal nilai-nilai luhur seperti kesopanan, hormat kepada orang tua, dan cinta tanah air.
- Penguatan identitas budaya: Melalui sastra lisan, identitas budaya Suku Rejang diperkuat dan dilestarikan dari generasi ke generasi.
- Hiburan: Sastra lisan juga berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut.
Ancaman Kepunahan
Sayangnya, sastra lisan dalam tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa” kini mulai terancam punah. Modernisasi dan pengaruh budaya luar membuat generasi muda semakin kurang tertarik dengan tradisi-tradisi leluhur. Selain itu, minimnya dokumentasi dan upaya pelestarian juga menjadi faktor penyebab.
Upaya Pelestarian
Untuk mencegah kepunahan sastra lisan Suku Rejang, diperlukan upaya-upaya pelestarian yang serius. Untuk itu, Komunitas sastra Metamorfosa kabupaten Kepahiang mengangkat kegiatan dengan tajuk Ekspedisi sastra Lisan Suku Rejang Pitak Bediwo. KOmunitas Metamorfosa Kepahiang adalah komunitas yang bergerak dalam bidang pendidikan, seni, sastra dan budaya yang diketuai oleh Ritma Candra Ariesha dan memiliki secretariat di jalan Merdeka 65 Dusun Kepahiang kabupaten Kepahiang. Berkoordinasi, melakukan wawancara dan dokumentasi ke 6 titik lokasi desa yang sebelumnya telah disurvey bahwa masyarakatnya masih kental dengan budaya dan tradisi suku Rejang.
Kegiatan Ekspedisi ini didukung oleh Banpem dari Badan Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Kemendikbudristek dan telah mendapat rekomendasi oleh para ketua BMA di desa-desa kabupaten Kepahiang. Salah satu output dalam kegiatan ekspedisi ini adalah diangkatnya tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa” untuk dijadikan sebuah kegiatan simulasi dan alih wahana. Dalam tradisi “Mbin Cupik Mai Bioa” merupakan salah satu kekayaan budaya Suku Rejang yang perlu kita lestarikan. Dengan melestarikan sastra lisan, kita tidak hanya menjaga kelangsungan budaya kita, tetapi juga memperkaya khazanah budaya Indonesia.
Penulis : Rithma Candra Ariesha, S.Pd